2

About my kampung Muara Teweh

Label:

Nama Daerah: Kabupaten Barito Utara
Ibukota : Muara Teweh
Provinsi : Kalimantan Tengah
Berdiri : 29 Juni 1950
Motto : Iya Mulik Bengkang Turan
Posisi : 114° 27’ 00” – 115° 49’ 00” Bujur Timur dan 0° 58’ 30” Lintang Utara – 1° 26’ 00” Lintang Selatan
Batas Wilayah
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Murung Raya dan Provinsi Kalimantan Timur
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Barito Selatan dan Provinsi Kalimantan Selatan.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Selatan
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Gunung Mas.
Luas Wilayah : 8.300 KM2 / 830.000 Ha
Jumlah Penduduk : 121.428 jiwa (2003)
Jumlah Kecamatan : 6 Kecamatan
Jumlah Kelurahan : 10 Kelurahan
Jumlah Desa : 92 Desa

Berdasarkan Peraturan Swapraja Tahun (Zelfbestuur Regeling) Tahun 1938, maka pada tanggal 27 Desember 1946 Pemerintah NICA di Banjarmasin membentuk sebuah badan bernama Dayak Besar, dengan wilayah kekuasaan meliputi Afdeeling Kapuas Barito.
Namun, sebenarnya upaya Belanda tersebut tidak lebih sebagai niat busuk untuk menancapkan kembali kuku jajahannya di Indonesia, yakni dengan cara memecah belah negara kesatuan menjadi negara bagian. Tetapi, jiwa dan semangat rakyat Kalimantan yang pada saat itu tetap setiap pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian atas desakan seluruh rakyat, pada tanggal 14 April 1949, maka Dewan Dayak Besar mengeluarkan pernyataan secara resmi “meleburkan diri” kedalam negara Kesatuan RI. Tindakan tegas Dewan Dayak Besar itu kemudian diikuti pula oleh negara-negara bagian lainnya di Kalimantan.
Secara bertahap, dalam upaya menetapkan status secara de facto dan de jure, atas wilayah bekas negara-negara bagian buatan Belanda ke dalam wilayah hukum Pemerintah RI, maka Presiden RI mengeluarkan Surat Keputusan pada tanggal 14 April 1950  No.133/S/9 tentang Penetapan Penghapusan status Daerah Banjar, Daerah Dayak Besar, Daerah Kalimantan Tenggara sebagai negara bagian RIS dan langsung masuk kedalam wilayah Pemerintah RI yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta.
Guna menetapkan status dan pembagian wilayah dari bekas negara-negara bagian tersebut, maka Mendagri RI berdasarkan UU No.22 Tahun 1946, melalui SK pada 29 Juni 1950 No.C.17/15/3 menetapkan daerah-daerah di Kalimantan yang sudah bergabung dalam wilayah RI yang terbagi atas 5 (lima) wilayah Kabupaten, yaitu :
Kabupaten Banjar berkedudukan di Martapura
Kabupaten Hulu Sungai berkedudukan di Kandangan
Kabupaten Kotabaru berkedudukan di Kotabaru
Kabupaten Barito berkedudukan di Muara Teweh
Kabupaten Kotawaringin Timur berkedudukan di Sampit
Disamping itu juga ditetapkan 3 (tiga) daerah dengan status Swapraja yakni sebagai berikut :
Daerah Swapraja Kutai berkedudukan di Samarinda
Daerah Swapraja Berau berkedudukan di Berau
Daerah Swapraja Bulongan berkedudukan di Bulongan
Selain 5 (lima) Kabupaten tersebut, Pemerintah RI juga menetapkan wilayah daerah swapraja yaitu Swapraja Kutai, Berau dan Bulungan yang masing-masing berkedudukan di Samarinda, Berau dan Bulungan. Untuk melaksanakan ketetapan tersebut Gubernur Kalimantan pada tanggal 3 Agustus 1950 mengeluarkan                  SK No.154/OPB/92/04  yang merupakan dasar bagi daerah untuk melaksanakan SK Mendagri dimaksud. Sejak itu, lahirlah Kabupaten Barito dengan wilayah meliputi kewedanaan Barito Hulu, Barito Tengah dan Kewedanaan Barito Timur yang berkedudukan di Muara Teweh.
Dalam Perkembangan berikutnya, lahirlah UU Darurat No.3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kabupaten/Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten/Kota Besar dalam lingkungan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan UU Darurat inilah untuk pertama kalinya diadakan penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom yang meliputi bidang sebagai berikut :
1.     Urusan Tata Usaha Daerah
2.     Urusan Kesehatan
3.     Urusan Pekerjaan Umum
4.     Urusan Pertanian
5.     Urusan Kehewanan
6.     Urusan Perikanan Darat
7.     Urusan Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
8.     Urusan dan Kewajiban lain-lain meliputi :
Penguburan Mayat
Hinder Ordonatie (HO)
Lalu Lintas Jalan
Pembikinan dan Penjualan Es dan Barang-barang Cair yang mengandung Koolzuur.
Beberapa urusan tersebut di atas yang secara nyata dilaksanakan sebagai urusan pangkal Daerah Tingkat II Barito Utara yaitu sebagai berikut :
1.     Urusan Tata Usaha Daerah
2.     Urusan Kesehatan Daerah
3.     Urusan Pekerjaan Umum
4.     Urusan Pendapatan Daerah
Urusan pangkal dimaksud kemudian ditambah dengan beberapa penyerahan urusan yang baru seiiring dengan perkembangan Pemerintahan diserahkan lagi urusan LLAJ, urusan pertanian tanaman pangan, urusan perkebunan, urusan peternakan, urusan perikanan dan urusan pendidikan dasar dan lain-lain.
Dalam kontek kembalinya wilayah-wilayah tersebut kedalam pangkuan negara Kesatuan RI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka melalui     SK Mendagri RI pada 27 April 1951 dengan No.115/7/4/28 diangkatlah George Obos sebagai Bupati Kabupaten Barito. SementaraC.Luran akhirnya terpilih sebagai Ketua DPRD Kabupaten Barito yang pertama.
6 (enam) tahun kemudian lahirlah UU No.27 Tahun 1959 tentang Penetapan UU Darurat No.3 Tahun 1953 menjadi UU tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan. Sebagai realisasi dari UU itu, maka pada 1960 Kabupaten Barito dibagi menjadi 2 (dua) Kabupaten, yakni Kabupaten Barito Utara ibukotanya          di Muara Teweh dan Kabupaten Barito Selatan ibukotanya di Buntok. Berdasarkan kajian sejarah tersebut, maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Barito Utara yakni pada tanggal 29 Juni 1950 ditandai dengan keluarnya Keputusan Mendagri No.C.17/15/3 tanggal 29 Juni 1950 tentang Pembentukan Daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Hari jadi Kabupaten Barito Utara tanggal         29 Juni 1950 tersebut disetujui DPRD Kabupaten Barito Utara melalui SK tanggal    9 Nopember 1985 No.55/SK-DPRD/1985 dan Keputusan Bupati Barito Utara tanggal 10 Pebruari 1986 No.74 Tahun 1986. Dengan demikian pada 29 Juni 2010 ini Kabupaten Barito Utara sudah memasuki usia yang ke-60 tahun.
Pada awalnya, wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Utara sebagai daerah otonom membawahi wilayah Kabupaten Administrasi Murung Raya, dengan ibukotanya di Puruk Cahu. Dalam Struktur Pemerintahan, Kabupaten Administrasi Murung Raya mengkoordinir 5 (lima) Kecamatan yang terletak dibagian utara sungai barito, meliputi Kecamatan Murung, Sumber Barito, Tanah Siang, Laung Tuhup dan Permata Intan.
Selanjutnya, menyesuaikan dengan keberaan UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maka sejak tahun 1982 Kabupaten Administrastif Murung Raya diubah statusnya menjadi Kantor Pembantu Bupati Wilayah Murung Raya dengan ibukota tetap di Puruk Cahu. Seiring perkembangan wilayah, khususnya dalam kaitan perkembangan pemerintahan dan pembangunan, maka wilayah Kabupaten Barito Utara dengan 1 (satu) wilayah Pembantu Bupati dan 11 sebelas Kecamatan, yaitu wilayah Pembantu Bupati yaitu Kecamatan Murung, Laung Tuhup, Tanah Siang, Sumber Barito, Permata Intan, Teweh Tengah, Montallat, Gunung Timang, Lahei, Teweh Timur dan Gunung Purei. Pada saat itu wilayah Kabupaten Barito Utara masih sangat luas, yakni mencakup wilayah seluas 32.000 KM², terluas ketiga setelah Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kapuas.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Kabupaten Barito Utara bertambah pula sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Barito Utara sebagai daerah otonom.
Dalam era reformasi telah diterbitkan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah diserahkan semua kewenangan pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain, berdasarkan PP No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, bahwa semua kewenangan selain kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan provinsi telah menjadi kewenangan kabupaten/kota.
Tugu Pembentukan Kabupaten Barito Utara Tahun 1957
Jl.Panglima Batur (Depan Pasar Pendopo) Muara Teweh
Dalam perkembangan peraturan perundang-undangan selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur. Kabupaten Barito Utara telah dimekarkan lagi menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Murung Raya dengan Ibukotanya Puruk Cahu dengan luas wilayah 23.700 KM2 dan Kabupaten Barito Utara dengan Ibukotanya Muara Teweh dengan luas wilayah 8.300 KM2 yang terdiri dari 6 (enam) Kecamatan, yaitu :
1.        Kecamatan Teweh Tengah Ibukotanya Muara Teweh
2.        Kecamatan Lahei Ibukotanya Muara Lahei
3.        Kecamatan Montallat Ibukotanya Tumpung Laung
4.        Kecamatan Gunung Timang Ibukotanya Kandui
5.        Kecamatan Teweh Timur Ibukotanya Benangin
6.        Kecamatan Gunung Purei Ibukotanya Lampeong
Kabupaten Barito Utara terdiri dari 93 Desa, 10 Kelurahan, 12 Dusun dan       6 Wilayah Kedamangan.
Nama–nama Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang pernah menjabat  di Kabupaten Barito Utara sejak 1951 sampai sekarang Tahun 2010 adalah :
1.        Georger Obos (1951-1954)
2.        Barnstein Baboe (1954-1956)
3.        M.Saleh (1956-1956)
4.        Sepener Botor (1956-1957)
5.        M.Dirham (1958-1959)
6.        Samsi Silam (1959-1966)
7.        H.Abdul Moehir (1966-1969)
8.        Yetro Sinseng (1969-1977)
9.        Drs. E.Hosang (1977-1988)
10.     Drs. H.A.Dj.Nihin (1988-1998)
11.     Ir. H.Badaruddin (1998-2003)
12.     Ir.H.Acmhad Yuliansyah, MM (Bupati) + Drs. Oemar Zaki Hebanoeddin (Wakil Bupati) (2003-2008)
13.     Agustin Terang Narang, SH (Penjabat.Bupati Barito Utara tgl. 28 Mei-23 September 2008)
14.     Ir.H.Acmhad Yuliansyah, MM (Bupati) + Drs. Oemar Zaki Hebanoeddin (Wakil Bupati) (23 September 2008-sekarang)
ASAL  NAMA  MUARA  TEWEH
Yang  perlu dijelaskan lebih jauh di sini adalah bagaimana asal muasal nama Muara Teweh itu sendiri. Seacara harfiah, Tumbang berarti Muara dan Tiwei artinya mudik dan juga identik dengan nama ikan kecil Saluang Tiwei, yang biasanya selalu mudik ke sungai Barito setiap tahun. Sebagaimana artinya, Tiwei yang berati mudik, maka Sungai Tiwei yang bermuara di Sungai Barito, arusnya mudik melawan arus Sungai Barito dan kemudian baru balik mengikuti arus ke selatan.
Penyebutan Tumbang Tiwei yang kemudian menjadi Muara Teweh terjadi karena pola sebutan penyeragaman kota se Kalimantan Tengah oleh Belanda pada saat itu. Seperti halnya Tumbang Kapuas disebut Kuala Kapuas, Tumbang Kurun disebut Kuala Kurun, Tumbang Pembuang disebut Kuala Pembuang dan Tumbang Montallat disebut Muara Montallat, dan lain-lain.
Dari persfektif rumpun bahasa Dusun Barito, maka asal nama kota Tumbang Tiwei yang kemudian berubah menjadi Muara Teweh dapat disimpulkan sebagai berikut :
¤ Dalam komunitas Suku Bayan Dusun Pepas, disebut Nangei Tiwei (Nangei=Tumbang, Muara; Tiwei=Ikan Seluang Tiwei).
¤ Pada komunikasi Suku Bayan Bintang Ninggi, disebut Nangei Musini (Nangei Musini=Muara Musini).
¤ Pada Komunitas Suku Dusun Taboyan Malawaken, disebut Ulung Tiwei (Ulung Tiwei= Muara Tiwei, di mana  Ulung Tiwei ini merupakan rumpun bahasa sebelah Timur/Mahakam. Misalnya, Ulung Ngiram disingkat Long Ngiram, jadi Ulung Tiwei disingkat  Long Tiwei).
¤ Pada komunitas Dusun Bakumpai/Kapuas, disebutkan Tumbang Tiwei (Tumbang Tiwei= Muara Tiwei, yang kemudian oleh kolonial Belanda dimelayukan menjadi Muara Teweh).
¤ Lebih Jauh, penyebutan nama kota Muara Teweh yang berasal dari kata Tumbang Tiwei tersebut tampaknya sejalan adanya suku-suku Dusun Barito Utara, seperti dikutip dari buku “Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan”, karya Tjilik Riwut (Mantan Gubernur Kalimantan Tengah).
Demikianlah, asal-usul nama kota Muara teweh dan jenis Suku Dusun Barito Utara. Kendatipun sama Dusunnya dan sama Dayaknya, akan tetapi Belanda malah membedakan sebutan Suku Dusun Barito dan Suku Dusun Kapuas-Kahayan. Suku Dusun Barito yang berdiam di Tanah Dusun (Doesen Landen), disebutnya Dusun Barito, Sedangkan Suku Dusun yang berdiam di Kapuas-Kahayan, disebutnya Dayak Kapuas Kahayan. Tak jelas, apa makna dan tendensi dari penyebutan mana yang berbeda tersebut.
Pada masa lalu, banyak rumah betang sebagai tempat tinggal komunitas penduduk Barito Utara. Diantaranya rumah betang Lebo Lalatung Tour, Pendreh, Bintang Ninggi, Lemo, Lebo Tanjung Layen, Butong, Lanjas, Nihan, Papar Pujung dan Konut Tanah Siang (Mukeri Inas, et.al ;2004).
Rumah Betang dan komunitas penduduk yang menjadi dasar cikal-bakal bagi komunitas Muara Teweh, yakni Juking Hara dan Tanjung Layen dengan beberapa ciri pertanda peninggalan sejarahnya masing-masing. Juking Hara dan daerah sekitarnya adalah tempat dikuburkannya Tumenggung Mangkusari, tempat peristiwa Bukit Bendera dan Kuburan Belanda serta tempat didirikannya benteng Belanda untuk pertama kalinya Tahun 1865. Sedangkan Lebo Tanjung Layen (Lebo Tanjung Kupang) tempat kedudukan kota Muara Teweh sekarang, yakni di sekitar Masjid Jami Muara Teweh, dengan sungai Kupang yaitu sungai yang membelah Simpang Merdeka dan Simpang Perwira yang ada hingga saat ini.
Sumber : http://www.baritoutarakab.net 
http://infokalimantan.wordpress.com/2009/11/22/profile-barito-utara

2 komentar:

  1. Unknown says:

    Weeewwww... masih ingat kampuang halaman...xixixi

  1. Raldlinez says:

    Hahaha... post jadul ndut... pertama kali ngeblog...

Posting Komentar